Ide Mengganti Julukan Bengkulu dari “Bumi Rafflesia” menjadi “Bumi Merah Putih” adalah ide yang tidak Otentik.

0
887
Dr. Septa Candra, SH., MH
(Dewan Pembina RUMAH PROLETAR Indonesia dan Sekjen IKEBMATER Jabodetabek)
Pewarta: Arie I Editor: Ct’80 I Edisi: Selasa 18/02/2025
BERITA I OPINI PUBLIK
JAKARTA-Swaraproletar.com- Pemberian julukan yang khas untuk suatu daerah biasanya dilandasi sejarah, budaya, makanan khas, ataupun kekayaan alamnya. Hal ini kemudian menjadi identitas yang melekat dan membedakan satu daerah dengan daerah lainnya. Begitu juga dengan pemberian julukan “Bumi Rafflesia” untuk provinsi Bengkulu, secara sejarah tidak terlepas dari nama bunga yang menjadi habitat bunga langka berukuran raksasa, Rafflesia Arnoldi. Sehingga pemberian julukan bumi rafflesia ini memang mempunyai sejarah dan merupakan kekayaan alam Bengkulu yang tidak ada di daerah lain.
Ide untuk mengganti julukan Bengkulu dari “Bumi Rafflesia” menjadi “Bumi Merah Putih” perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati secara historis, budaya, maupun sosiologis. Mengingat sebutan Bengkulu sebagai “Bumi Rafflesia” sudah membumi di masyarakat tingkat lokal, Nasional maupun Internasional. Jangan sampai penggantian dengan niat untuk memajukan Bengkulu dengan identitas baru, tapi justru malah sebaliknya.
Mengganti dari “Bumi Rafflesia” menjadi “Bumi Merah Putih” dengan pertimbangan bendera sang saka merah putih dijahit oleh ibu Fatmawati yang merupakan putri Bengkulu merupakan alasan yang tidak pas. Mengingat bendera sang saka merah putih tersebut tidak dijahit di Bengkulu. Beda halnya jika memang bendera sang saka merah putih tersebut dijahit di Bengkulu.
Biasanya pemberian julukan untuk suatu daerah dibuktikan dengan ketika orang datang ke daerah tersebut maka akan menjumpai sesuatu yang menjadi ciri khasnya. Seperti Palembang sebagai “Kota Pempek” maka setiap orang datang ke Palembang akan merasakan kenikmatan pempek yang menjadi makanan khasnya. Apakah dengan julukan “Bumi Merah Putih” nanti setiap orang datang ke Bengkulu akan menjumpai rumah tempat sang saka merah putih dijahit?, atau setidaknya ada musium yang kemudian menceritakan sejarah bagaimana sang saka merah putih dulu dijahit?, jika ini tidak ada maka pemberian julukan sebagai “Bumi Merah Putih” hanyalah mengada-ada dan tidaklah otentik.
Dengan demikian, ide mengganti julukan dari “Bumi Rafflesia” menjadi “Bumi Merah Putih” bukanlah sesuatu yang penting. Mengingat bukan itu yang dibutuhkan oleh masyarakat Bengkulu, tapi aksi dan kerja nyata dengan kebijakan yang langsung dirasakan masyarakat itu yang ditunggu. Bengkulu masih termasuk daerah yang tertinggal dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya masih rendah. Bukan julukan yang menyebabkan Bengkulu tidak maju, bukan pula julukan yang menyebabkan pejabatnya korupsi, tapi sikap kejujuran dan keikhlasan untuk mengabdi kepada masyarakat yang belum ada. Itulah harapan dan tantangan yang harus dijawab dengan bukti otentik oleh pemimpin Bengkulu ke depan.
Sumber Berita: SWARAPROLETAR.COM
By Redaksi: swaraproletar.id@merahmerdeka

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here